Rabu, 28 September 2016

Kemilau Peluang Intan dari Selatan Borneo untuk Kemajuan Sektor Industri dan Pertambangan di Indonesia

0



Pendahuluan

Komoditas pertambangan merupakan salah satu penyumbang devisa yang cukup besar di Indonesia yaitu sebesar Rp 36,8 triliun per tahun termasuk di dalamnya intan. Sejak abad ke-8 Pulau Kalimantan dikenal sebagai daerah penghasil intan, khususnya di daerah Pleihari dan Martapura, yang merupakan daerah penyumbang intan terbesar di Provinsi Kalimantan Selatan. Namun, seiring dengan perkembangannya, potensi bahan galian tersebut ternyata masih belum tertata dengan baik. Kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai teknik penelitian, eksplorasi keberadaan intan secara detail serta penentuan sumber daya potensi intan menyebabkan wilayah pertambangan intan di Kalimantan Selatan kurang dikelola dengan baik oleh pemerintah setempat.
Sebagai salah satu sumber energi dan mineral yang menyumbang 33% penerimaan negara, optimalisasi penambangan intan khususnya di wilayah Kalimantan perlu dilakukan karena memiliki andil besar dalam pembangunan nasional, terutama pada daerah yang memiliki potensi besar. Contohnya, bahan tambang yang terdapat di Kabupaten Murung Raya, daerah ini memiliki tipe endapan primer dengan cadangan indikasi sebesar 3,8 juta ton. Lokasi potensi bahan tambang lainnya terdapat di Kecamatan Permata Intan, Tanah Siang, Sumber Barito dan Murung. Sementara itu, bahan tambang intan merupakan tipe endapan Alluvial, dengan cadangan indikasi sebesar 3,4 juta ton. Lokasi potensi bahan tambang intan terdapat di Kecamatan Murung dan Permata Intan khususnya untuk bahan tambang intan, sampai sekarang belum ada perusahaan penambangan skala besar berinvestasi untuk menggali potensi bahan tambang ini, yang ada masih berupa tambang rakyat tanpa pengkoordinasian dengan pemerintah setempat.

Penelitian Intan di tanah Borneo

 Dalam bukunya yang berjudul “Teknologi dan Manajemen Sumberdaya Mineral” (ITB,1999) Prof. Adjat Sudrajat mengemukakan bahwa asal-usul intan di Kalimantan masih belum diketahui secara pasti sehingga membutuhkan penelitian yang lebih spesifik dan berkelanjutan sehingga dapat dipastikan lokasi penambangan intan yang lebih akurat serta dapat menunjang kinerja penambang di wilayah tersebut.
Sementara itu, dilansir dari laporan Pusat Penelitian (PUSLIT) Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan bahwa pencarian sumber intan primer merupakan penelitian lanjutan tahun 2001.Penelitian ini dilakukan di sungai Uru dan sungai Pinang, Desa Alimukim, Banjar Baru, Kalimantan Selatan. Sungai-sungai tersebut pada citra Radar merupakan batasan daripada struktur melingkar suatu depresi, yang diinterpretasikan sebagai hasil tumbukan meteorit dengan permukaan bumi yang kaya tumbuh-tumbuhan atau cerminan tubuh pipa kimberlit. Dua fenomena tersebut dapat merupakan penyebab terbentuknya intan primer. Data yang diperoleh di lapangan serta didukung dengan hasil analisis contoh batuan di laboratorium petrografi (fisika mineral) dan kimia mineral dapat menjelaskan bahwa struktur melingkar (depresi) tersebut telah tertutupi oleh suatu endapan dari batuan sedimen Formasi Manunggul dan Formasi Paau. Kedua formasi berumur relatif sama yaitu Kapur Atas. Perbedaannya bahwa Formasi Manunggul terbentuk dari batuan berfasies sedimen, seperti konglomerat aneka bahan dan batu pasir.Fragmen dari konglomerat adalah diabas, basalt, andesit, basaltik, filit, genes, kuarsit dan silika (kuarsa), tidak ditemukan pecahan batuan meteorit maupun korundum. Batu pasirnya jenis wake kuarsa dan batu pasir tufaan (tuffaceous lithic feldspathic arenite). Sedangkan Formasi Paau terdiri dari batuan yang berfasies volkanik, yang terdiri dari breksi volkanik, andesit teralterasi dan termineralisasi, tufa riolitik (ryolithic welded tuff). Untuk membuktikan jenis batuan penyusun dan bentuk struktur melingkar bawah permukaan lebih jauh disarankan dilakukan penelitian geofisika (geomagnet dan gaya berat) pada penelitian mendatang.
Pada tahun 2007 Pusat Survei Badan Geologi di Bandung  juga melakukan penelitian mengenai intan di Kalimantan dengan teknik pemetaan geologi dan pengambilan contoh tipe paritan tegak dengan pemilihan daerah dimana banyak di dapat Singkapan Paleochanel yeng kemudian dilakukan penghitungan kadar intan.Dari hasil penelitian tersebut diperoleh daerah yang bepotensi menghasilkan intan, antara lain : Desa Pumpung, CKPC 201, CKCP 202, desa Bentok, Desa Sambangan, Desa Pandahan dan Desa palam. Hasil riset ini mengharapkan adanya pengoptimalan penambangan batu mulia intan di daerah penelitian secara terencana dan terarah.

Teknik Penambangan Intan di Kalimantan Selatan

            Kegiatan penambangan intan di wilayah Kabupaten Banjar sudah menjadi sebuah tradisi yang turun temurun, lokasinya selalu berpindah-pindah, bersifat musiman, dan masih bersifat tradisional. Beberapa lokasi pertambangan rakyat ini telah diusulkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), 3 diantaranya telah ditetapkan sebagai WPR dengan SK Menteri Pertambangan dan Energi No. 612 K/ 201/M.PE/1992, yaitu Daerah Sungai Ambit, Desa Sungai Pinang (60 Ha) dan Daerah Sungai Hatuang, Desa Rantau Nangka (168 Ha). Kemudian WPR pada areal seluas 363.940 Ha ditetapkan dengan SK Menteri Pertambangan dan Energi No. 2231/ 201/MPE/1994, dimana wilayah Banjar termasuk dalam areal tersebut. Namun demikian, belum ada pertambangan emas dan intan yang didukung dengan perizinan berdasarkan Peraturan Daerah Kalimantan Selatan No. 04 Tahun 1988.
Sistem penambangan yang dilakukan oleh para penambang intan adalah penggalian dengan lubang dangkal (lubang surut), sistem tambang semprot dan tambang lubang dalam. Sistem penambangan lubang surut dilakukan dengan cara menggali lapisan tanah penutup sampai kedalaman 2-3 meter, kemudian menggali dan mengumpulkan material pasir dan kerikil yang mengandung emas, dan selanjutnya mendulang material tersebut untuk mendapatkan konsentrat emas dan intan. Pada sistem penambangan semprot, penambang menyemprotkan air ke dinding  tebing batuan atau material alluvial dengan mesin semprot. Lumpur hasil penyemprotan dialirkan melalui paritan atau talang (sluice box) yang diberi sekat (ripple) dengan bagian dasarnya diberi karpet berbulu untuk menangkap konsentrat emas dan  intan. Selanjutnya karpet dibersihkan dan konsentratnya didulang untuk memisahkan emas dan intan dari mineral berat lainnya. Pada sistem penambangan semprot ini biasanya penambang bekerja secara berkelompok yang terdiri dari 7-9 orang .
Pada sistem penambangan lubang dalam, penambang membuat lubang tegak (shaft) sampai mencapai lapisan pasir kerikil yang mengandung emas dan intan.Penambang memasang kayu sebagai penyangga dinding shaft supaya tidak runtuh.Material yang mengandung emas dan intan diangkut ke permukaan untuk selanjutnya didulang di sungai.

Penambangan Tanpa Izin (PETI)

Dampak lingkungan dari penambangan intan tradisional ini adalah rusaknya lingkungan sungai dan sekitarnya, terjadinya lubang-lubang bekas penggalian, pencemaran air sungai, pendangkalan sungai serta pencemaran lingkungan persawahan dan perkebunan akibat limbah yang dihasilkan oleh penambangan rakyat tersebut. Meskipun dalam penambangan  intan secara tradisional tersebut masyaratkat telah memanfaatkan produk sampingan berupa kerikil, pasir dan batu, tetapi pendapatan Pemerintah Daerah dari sektor pajak dan retribusi pertambangan rakyat ini tidak dapat dikontrol dengan baik.
Hasil pemantauan dan pendataan bahan galian di lokasi bekas tambang dan wilayah Penambangan Tanpa Izin (PETI) menunjukkan belum diterapkannya kaidah konservasi bahan galian, khususnya yang berkaitan dengan penanganan lahan bekas tambang (rehabilitasi lahan) dan pemanfaatan bahan galian lain sehingga jika dibiarkan dalam jangka waktu lama akan menyebabkan kerusakan ekosistem di wilayah pertambangan tersebut.

Peran instansi pemerintah dan generasi penerus bangsa

            Diversifikasi usaha dan teknologi dalam sektor industri pertambangan intan di Kalimantan merupakan salah satu tanggung jawab generasi penerus bangsa sebagai upaya untuk meningkatkan angka pendapatan serta kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya wilayah Kalimantan.Pemikiran yang tersalurkan dengan baik serta diiringi dengan implementasi diharapkan dapat melahirkan inovasi teknologi yang efektif dan efisien guna mengurangi dampak lingkungan yang disebabkan oleh Penambangan Tanpa Izin (PETI). Selain itu dibutuhkan pula pengkajian potensi bahan galian lain secara detail di wilayah bekas tambang, meliputi eksplorasi detail mineral logam, non-logam dan batubara termasuk perhitungan sumberdaya mineral, kelayakan izin usaha, serta alternatif pengembangan komoditas unggulan.
Peran instansi pemerintah juga dibutuhkan dalam penerapan Peraturan Daerah (PERDA) terkait pembinaan dan pengawasan usaha pertambangan umum, pengkajian rencana tata ruang untuk Wilayah Pertambangan Rakyat dan Pertambangan Skala Kecil oleh Dinas Pertambangan Kabupaten Banjar sebagai salah satu langkah dalam mengatasi masalah  penambang tradisional dan pelaku PETI. Selain itu dibutuhkan bimbingan teknis dan penyuluhan oleh Dinas Pertambangan Provinsi atau Kabupaten terhadap pelaku usaha atau masyarakat pertambangan intan yang berada di Wilayah Pertambangan Rakyat. Bimbingan dan penyuluhan ini diantaranya mencakup sosialisasi peraturan atau kebijakan pertambangan, pengetahuan teknis pemanfaatan bahan galian, penerapan aspek konservasi bahan galian dan lindungan lingkungan serta keselamatan dan kesehatan kerja.
Kejasama yang sinergis disertaai komitmen adalah kunci utama untuk meningkatkan kualitas serta mengoptimalkan sumber daya tambang yang berada di Kalimantan Selatan.

Penutup

            Paradigma ekonomi di Indonesia harus diubah menjadi paradigma yang bergerak di bidang industri. Oleh karena itu, kontribusi saintis dalam menyumbangkan pemikiran mutakhir, inovasi dalam IPTEK, serta keterbukaan pikiran mengenai kondisi sosial dan ekonomi di Indonesia adalah modal utama guna mendobrak potensi sektor industri pertambangan intan di wilayah Kalimantan Selatan. Loyalitas, integritas, serta pengabdian utuh kepada masyarakat adalah kewajiban yang bersifat mutlak bagi pemikul masa depan bangsa demi terciptanya masa depan  Indonesia yang lebih baik, Indonesia yang lebih kemilau di mata dunia.   

Referensi

(1)   Swasono, Edi., dan Singarimbun Masri. 1985. Sepuluh Windhu Transmigrasi Indonesia. Universitas Indonesia.
(2)   Sudrajat, Adjat. 1999. Teknologi dan Manajemen Sumberdaya Mineral. Bandung. Institut Teknologi Bandung
(3)   Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI). 1999. Proceeding of Indonesian Association of Geologist. Developments in engineering environment and numerical geology. IAGI
(4)   “7 manfaat Intan” http://www.manfaat.co.id diakses pada 29 Juli 17.59 WIB
(5)   “Penelitian Tambang Intan dengan Contoh Tipe Paritan Tegak” http://www.psg.bgl.esdm.go.id diakses pada 30 Juli 03.00 WIB  
(6)   “Potensi Intan di Kalimantan Selatan” http://opac.geotek.lipi.go.id/ diakses pada 30 Juli 03.30 WIB 
(7)   “Dialog tentang potensi  Intan di Kalimantan” http://www.kalteng.go.id diakses pada 1 agustus 20.51 WIB
(8)   “Pemantauan dan Pendataan Bahan GalianPada Bekas Taambang dan Wilayah PETI”. http://psdg.bgl.esdm.go.id/ diakses pada 2 Agustus 08:47 WIB
(9)   Leadership at all levels : Dari ITB untuk bangsa”http://blog.fitb.itb.ac.id/diakses pada 2 agustus 20.58 WIB
(10)  “PERAN SEKTOR ESDM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL” http://www.esdm.go.id diakses pada 12 Agustus 19.31 WIB
(11) sumber gambar : kidnesia.com diakses pada 12 agustus 20.30 WIB



Diberdayakan oleh Blogger.

Search

Pages

Blogroll

Blogger templates