Pendahuluan
Komoditas
pertambangan merupakan salah satu penyumbang devisa yang cukup besar di
Indonesia yaitu sebesar Rp 36,8 triliun per tahun termasuk di dalamnya intan.
Sejak abad ke-8 Pulau Kalimantan dikenal sebagai daerah penghasil intan, khususnya
di daerah Pleihari dan Martapura, yang merupakan daerah penyumbang intan
terbesar di Provinsi Kalimantan Selatan. Namun,
seiring dengan perkembangannya, potensi bahan galian tersebut ternyata masih
belum tertata dengan baik. Kurangnya
informasi dan pengetahuan mengenai teknik penelitian, eksplorasi keberadaan
intan secara detail serta penentuan sumber daya
potensi intan menyebabkan wilayah pertambangan intan di Kalimantan Selatan
kurang dikelola dengan baik oleh pemerintah setempat.
Sebagai
salah satu sumber energi dan mineral yang menyumbang 33% penerimaan negara,
optimalisasi penambangan intan khususnya di wilayah Kalimantan perlu dilakukan
karena memiliki andil besar dalam pembangunan nasional, terutama pada daerah
yang memiliki potensi besar. Contohnya, bahan tambang yang terdapat di
Kabupaten Murung Raya, daerah ini memiliki tipe endapan primer dengan cadangan indikasi
sebesar 3,8 juta ton. Lokasi
potensi bahan tambang lainnya terdapat di Kecamatan Permata Intan, Tanah Siang,
Sumber Barito dan Murung. Sementara itu, bahan tambang intan merupakan tipe
endapan Alluvial, dengan cadangan indikasi sebesar 3,4 juta ton. Lokasi potensi
bahan tambang intan terdapat di Kecamatan Murung dan Permata Intan khususnya
untuk bahan tambang intan, sampai sekarang belum ada perusahaan penambangan
skala besar berinvestasi untuk menggali potensi bahan tambang ini, yang ada
masih berupa tambang rakyat tanpa pengkoordinasian dengan pemerintah setempat.
Penelitian
Intan di tanah Borneo
Dalam bukunya yang berjudul “Teknologi dan
Manajemen Sumberdaya Mineral” (ITB,1999) Prof. Adjat Sudrajat mengemukakan
bahwa asal-usul intan di Kalimantan masih belum diketahui secara pasti sehingga
membutuhkan penelitian yang lebih spesifik dan berkelanjutan sehingga dapat
dipastikan lokasi penambangan intan yang lebih akurat serta dapat menunjang
kinerja penambang di wilayah tersebut.
Sementara
itu, dilansir dari laporan Pusat Penelitian (PUSLIT) Geoteknologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan bahwa pencarian sumber intan primer
merupakan penelitian lanjutan tahun 2001.Penelitian ini dilakukan di sungai Uru
dan sungai Pinang, Desa Alimukim, Banjar Baru, Kalimantan
Selatan. Sungai-sungai tersebut pada citra Radar merupakan batasan daripada
struktur melingkar suatu depresi, yang diinterpretasikan sebagai hasil tumbukan
meteorit dengan permukaan bumi yang kaya tumbuh-tumbuhan atau cerminan tubuh
pipa kimberlit. Dua fenomena tersebut dapat merupakan penyebab terbentuknya
intan primer. Data yang diperoleh di lapangan serta didukung dengan hasil
analisis contoh batuan di laboratorium petrografi (fisika mineral) dan kimia
mineral dapat menjelaskan bahwa struktur melingkar (depresi) tersebut telah
tertutupi oleh suatu endapan dari batuan sedimen Formasi Manunggul dan Formasi
Paau. Kedua formasi berumur relatif sama yaitu Kapur Atas. Perbedaannya bahwa
Formasi Manunggul terbentuk dari batuan berfasies sedimen, seperti konglomerat
aneka bahan dan batu pasir.Fragmen
dari konglomerat adalah diabas, basalt, andesit, basaltik, filit, genes, kuarsit dan
silika (kuarsa), tidak
ditemukan pecahan batuan meteorit maupun korundum. Batu pasirnya jenis wake kuarsa dan batu pasir tufaan (tuffaceous lithic feldspathic arenite). Sedangkan Formasi Paau
terdiri dari batuan yang berfasies volkanik, yang terdiri dari breksi volkanik,
andesit teralterasi dan termineralisasi, tufa riolitik (ryolithic welded tuff). Untuk membuktikan jenis batuan penyusun dan
bentuk struktur melingkar bawah permukaan lebih jauh disarankan dilakukan
penelitian geofisika (geomagnet dan gaya berat) pada penelitian mendatang.
Pada
tahun 2007 Pusat Survei Badan Geologi di Bandung juga melakukan penelitian mengenai intan di
Kalimantan dengan teknik pemetaan geologi dan pengambilan contoh tipe paritan tegak
dengan pemilihan daerah dimana banyak di dapat Singkapan Paleochanel yeng kemudian dilakukan penghitungan kadar intan.Dari
hasil penelitian tersebut diperoleh daerah yang bepotensi menghasilkan intan,
antara lain : Desa Pumpung, CKPC 201, CKCP 202, desa Bentok, Desa Sambangan,
Desa Pandahan dan Desa palam. Hasil riset ini mengharapkan adanya pengoptimalan
penambangan batu mulia intan di daerah penelitian secara terencana dan terarah.
Teknik
Penambangan Intan di Kalimantan Selatan
Kegiatan
penambangan intan di wilayah Kabupaten Banjar sudah menjadi sebuah tradisi yang turun temurun, lokasinya selalu
berpindah-pindah, bersifat musiman, dan masih bersifat tradisional. Beberapa
lokasi pertambangan rakyat ini telah diusulkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat
(WPR), 3 diantaranya telah ditetapkan sebagai WPR dengan SK Menteri
Pertambangan dan Energi No. 612 K/ 201/M.PE/1992, yaitu Daerah Sungai Ambit,
Desa Sungai Pinang (60 Ha) dan Daerah Sungai Hatuang, Desa Rantau Nangka (168
Ha). Kemudian WPR pada areal seluas 363.940 Ha ditetapkan dengan SK Menteri
Pertambangan dan Energi No. 2231/ 201/MPE/1994, dimana wilayah Banjar termasuk
dalam areal tersebut. Namun demikian,
belum ada pertambangan emas dan intan yang didukung dengan perizinan
berdasarkan Peraturan Daerah Kalimantan Selatan No. 04 Tahun 1988.
Sistem
penambangan yang dilakukan oleh para penambang intan adalah penggalian dengan
lubang dangkal (lubang surut), sistem tambang semprot dan tambang lubang dalam.
Sistem penambangan lubang surut dilakukan dengan cara menggali lapisan tanah
penutup sampai kedalaman 2-3 meter, kemudian menggali dan mengumpulkan material
pasir dan kerikil yang mengandung emas, dan selanjutnya mendulang material
tersebut untuk mendapatkan konsentrat emas dan intan. Pada sistem penambangan
semprot, penambang menyemprotkan air ke dinding
tebing batuan atau material alluvial dengan mesin semprot. Lumpur hasil
penyemprotan dialirkan melalui paritan atau talang (sluice box) yang diberi sekat (ripple)
dengan bagian dasarnya diberi karpet berbulu untuk menangkap konsentrat emas
dan intan. Selanjutnya karpet
dibersihkan dan konsentratnya didulang untuk memisahkan emas dan intan dari
mineral berat lainnya. Pada sistem penambangan semprot ini biasanya penambang
bekerja secara berkelompok yang terdiri dari 7-9 orang .
Pada
sistem penambangan lubang dalam, penambang membuat lubang tegak (shaft) sampai mencapai lapisan pasir kerikil
yang mengandung emas dan intan.Penambang memasang kayu sebagai penyangga
dinding shaft supaya tidak runtuh.Material
yang mengandung emas dan intan diangkut ke permukaan untuk selanjutnya didulang
di sungai.
Penambangan
Tanpa Izin (PETI)
Dampak
lingkungan dari penambangan intan tradisional ini adalah rusaknya lingkungan sungai
dan sekitarnya, terjadinya lubang-lubang bekas penggalian, pencemaran air
sungai, pendangkalan sungai serta pencemaran lingkungan persawahan dan
perkebunan akibat limbah yang dihasilkan oleh penambangan rakyat tersebut.
Meskipun dalam penambangan intan secara
tradisional tersebut masyaratkat telah memanfaatkan produk sampingan berupa
kerikil, pasir dan batu, tetapi pendapatan Pemerintah Daerah dari sektor pajak
dan retribusi pertambangan rakyat ini tidak dapat dikontrol dengan baik.
Hasil
pemantauan dan pendataan bahan galian di lokasi bekas tambang dan wilayah
Penambangan Tanpa Izin (PETI) menunjukkan belum diterapkannya kaidah konservasi
bahan galian, khususnya yang berkaitan dengan penanganan lahan bekas tambang
(rehabilitasi lahan) dan pemanfaatan bahan galian lain sehingga jika dibiarkan
dalam jangka waktu lama akan menyebabkan kerusakan ekosistem di wilayah
pertambangan tersebut.
Peran
instansi pemerintah dan generasi penerus bangsa
Diversifikasi usaha dan teknologi dalam sektor industri pertambangan
intan di Kalimantan merupakan salah satu tanggung jawab generasi penerus bangsa
sebagai upaya untuk meningkatkan angka pendapatan serta kesejahteraan
masyarakat Indonesia khususnya wilayah Kalimantan.Pemikiran yang tersalurkan
dengan baik serta diiringi dengan implementasi diharapkan dapat melahirkan
inovasi teknologi yang efektif dan efisien guna mengurangi dampak lingkungan
yang disebabkan oleh Penambangan Tanpa Izin (PETI). Selain itu dibutuhkan pula
pengkajian potensi bahan galian lain secara detail di wilayah bekas tambang,
meliputi eksplorasi detail mineral logam, non-logam dan batubara termasuk
perhitungan sumberdaya mineral, kelayakan izin usaha, serta alternatif
pengembangan komoditas unggulan.
Peran
instansi pemerintah juga dibutuhkan dalam penerapan Peraturan Daerah (PERDA)
terkait pembinaan dan pengawasan usaha pertambangan umum, pengkajian rencana
tata ruang untuk Wilayah Pertambangan Rakyat dan Pertambangan Skala Kecil oleh
Dinas Pertambangan Kabupaten Banjar sebagai salah satu langkah dalam mengatasi
masalah penambang tradisional dan pelaku
PETI. Selain itu dibutuhkan bimbingan teknis dan penyuluhan oleh Dinas
Pertambangan Provinsi atau Kabupaten terhadap pelaku usaha atau masyarakat
pertambangan intan yang berada di Wilayah Pertambangan Rakyat. Bimbingan
dan penyuluhan ini diantaranya mencakup sosialisasi peraturan atau kebijakan pertambangan, pengetahuan
teknis pemanfaatan bahan galian, penerapan aspek konservasi bahan galian dan
lindungan lingkungan serta keselamatan dan kesehatan kerja.
Kejasama
yang sinergis disertaai komitmen adalah kunci utama untuk meningkatkan kualitas
serta mengoptimalkan sumber daya tambang yang berada di Kalimantan Selatan.
Penutup
Paradigma ekonomi di Indonesia harus diubah menjadi
paradigma yang bergerak di bidang industri. Oleh karena itu, kontribusi saintis
dalam menyumbangkan pemikiran mutakhir, inovasi dalam IPTEK, serta keterbukaan
pikiran mengenai kondisi sosial dan ekonomi di Indonesia adalah modal utama
guna mendobrak potensi sektor industri pertambangan intan di wilayah Kalimantan
Selatan. Loyalitas, integritas, serta pengabdian utuh kepada masyarakat adalah
kewajiban yang bersifat mutlak bagi pemikul masa depan bangsa demi terciptanya
masa depan Indonesia yang lebih baik,
Indonesia yang lebih kemilau di mata dunia.
Referensi
(1) Swasono,
Edi., dan Singarimbun Masri. 1985. Sepuluh
Windhu Transmigrasi Indonesia. Universitas Indonesia.
(2) Sudrajat,
Adjat. 1999. Teknologi dan Manajemen Sumberdaya Mineral. Bandung. Institut
Teknologi Bandung
(3) Ikatan
Ahli Geologi Indonesia (IAGI). 1999. Proceeding
of Indonesian Association of Geologist. Developments in engineering environment
and numerical geology. IAGI
(5) “Penelitian
Tambang Intan dengan Contoh Tipe Paritan Tegak” http://www.psg.bgl.esdm.go.id
diakses pada 30 Juli 03.00 WIB
(6) “Potensi
Intan di Kalimantan Selatan” http://opac.geotek.lipi.go.id/
diakses pada 30 Juli 03.30 WIB
(7) “Dialog
tentang potensi Intan di Kalimantan” http://www.kalteng.go.id
diakses pada 1 agustus 20.51 WIB
(8) “Pemantauan
dan Pendataan Bahan GalianPada Bekas Taambang dan Wilayah PETI”. http://psdg.bgl.esdm.go.id/
diakses pada 2 Agustus 08:47 WIB
(9) “Leadership at all levels : Dari ITB
untuk bangsa”http://blog.fitb.itb.ac.id/diakses
pada 2 agustus 20.58 WIB
(10) “PERAN
SEKTOR ESDM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL” http://www.esdm.go.id
diakses pada 12 Agustus 19.31 WIB
(11) sumber gambar : kidnesia.com diakses pada 12 agustus 20.30 WIB